Pantai Goa Cina |
Ternyata,
Malang juga menawarkan keindahan pantai di sepanjang daerah ujung selatan.
Banyak pantai yang belum digarap secara serius oleh pemerintah setempat, ada
beberapa pantai yang indah tapi belum banyak dikunjungi oleh para wisatawan,
salah satunya adalah pantai Goa Cina. Pantai ini terletak di desa Bantengan,
kecamatan Sumber Manjing, kabupaten Malang. Bukti bahwa pantai ini belum
mendapat perhatian dari pemerintah adalah; jalan menuju ke arah pantai—sepanjang
1 KM dari jalan raya yang sudah beraspal—masih
berupa jalan bebatuan. Jika hujan, maka
jalan ini susah untuk dilalui dan sangat licin jika hujan.
Tentang
mengapa nama pantai ini adalah Gua Cina, menurut penduduk yang berhasil
diwawancarai, menceritakan bahwa dahulu kala ada seorang biksu yang sedang
bertapa di dalam goa, yang terletak di bukit pinggir laut. Ketika ada orang
masuk ke dalam goa tersebut, ia menemukan sang biksu sudah meninggal dan
tinggal tulang belulang, dan meninggalkan tulisan mandarin di langit-langit goa
dan sebuah mangkuk. Hingga sekarang, kata penduduk tadi, keponakan sang biksu
masih sering berkunjung ke goa tersebut untuk mengirimkan doa.
Masih
menurut warga yang juga tinggal di sekitar pantai tersebut mengatakan bahwa goa
tersebut juga dijadikan orang-orang yang sedang mencari nomor keberuntungan
untuk perjudian togel.
“Datanglah
bersama teman anda ke goa itu dengan membawa pelepah pohon pepaya. Suruh teman
anda tidur, sedangkan anda tetap terjaga dengan menutup mata. Jika mendengar
suara apapun jangan sampai membuka mata. Tapi dekatkanlah pelapah pohon pepaya yang
anda bawa tadi di dekat tubuh teman anda, dengarkan apa yang dikatakan, dan itu
adalah nomor togel yang akan keluar”. Begitulah kata warga yang tinggal di sekitar
pantai yang berprofesi sebagai tambal ban.
Terlepas
dari mitos yang berkembang di tengah masyarakat sekitar pantai Goa Cina, pantai
tersebut yang pasti menawarkan keindahan tersendiri dari pada pantai lainnya
yang ada di Malang. Selain kebersihan pantai yang masih terjaga, di pantai
tersebut juga menyediakan camp ground untuk yang suka camping.
Hari Jumat, 6 April 2012, Kami berjumlah 14 orang, yang tergabung dalam keluarga besar pecinta alam, Kalakeya,
berangkat dari Malang mengendarai sepeda motor menuju pantai Goa Cina. Perjalanan
menuju pantai tersebut menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Hujan menemani
sepanjang perjalanan.
Sebelum
memasuki kawasan pantai, kami harus berjuang melewati jalan terjal bebatuan
sepanjang kira-kira 1 KM. Karena hujan, jalan tersebut menjadi cukup sulit
untuk di lintasi karena sangat licin. Terpaksa teman kami yang dibonceng harus
turun agar sepeda motor yang kami kendarai tetap bisa
melaju. Sebab, disamping jalan yang licin, juga jalanan yang naik-turun, layaknya jalan di daerah perbukitan.
Memasuki
kawasan pantai, gemuruh ombak menyambut kedatangan kami. Dari jauh suara ombak
itu sudah bisa kami dengarkan dengan jelas. Hari itu memang ombak sangat besar
karena malam itu adalah malam bulan purnama.
Setelah
mengurusi semua perizinan dengan petugas penjaga pantai, kami segera memilih
tempat untuk mendirikan tenda di tempat yang aman. Jangan sampai ketika nanti
tenda sudah berdiri, tersapu oleh ombak yang semakin malam semakin melumat
seluruh pantai. Setelah usai mendirikan tenda, kami segera memasukkan segala barang
bawaan ke dalam tenda. Sebab, hujan masih saja turun walaupun tidak lebat.
Rencana
kami untuk bisa menikmati senja di pantai pada hari itu terpaksa gagal, karena
mendung terus menggelantung di langit. Akhirnya, keindahan senja baru bisa kami nikmati di sore hari berikutnya.
Hujan reda ketika sudah memasuki malam. Berlahan-lahan mendung menghilang, dan langit berubah menjadi biru. Satu per satu bintang muncul di langit, bulan bulat sempurna menyeruak dari balik bukit yang berada di sebelah timur tempat kami mendirikan tenda.
Senja di Pantai Goa Cina |
Hujan reda ketika sudah memasuki malam. Berlahan-lahan mendung menghilang, dan langit berubah menjadi biru. Satu per satu bintang muncul di langit, bulan bulat sempurna menyeruak dari balik bukit yang berada di sebelah timur tempat kami mendirikan tenda.
Pemandangan
saat itu sungguh indah mempesona. Kami dapat merasakan keharmonian alam; cahaya
bulan jatuh di atas ombak yang bergulung-gulung di tengah laut yang sedang
berkejaran, saling berebut lebih dulu mengencup pantai. Dan bintang-bintang berkelip di atas, tepat di atas kepala kami. Seakan-akan
bintang itu dapat kami rengkuh hanya dengan tangan telanjang.
Saat
momentum seperti itu, kami sangat menghayati kompisisi keindahan alam yang
sangat sempurna. Kami semua, duduk berjajar di pinggir pantai sembari menikmati
kopi, camilan, rokok, dan kehangatan sebuah kebersamaan.
Setelah
puas menikmati keindahan alam pantai Goa Cina di malam itu, beberapa teman kembali ke
tenda untuk istirahat, tapi ada juga sebagian teman yang tetap di pinggir pantai berburu kepiting. Sesaat setelah ombak menyentuh pantai, banyak kepiting yang
terdampar di pinggir pantai. Entah, kepiting itu beracun atau tidak, tapi
kenyataannya ada sebagian teman yang tubuhnya gatal-gatal setelah makan
kepiting tersebut.
Sebuah
kebahagiaan dilanjutkan keesokan harinya. Setelah cukup istirahat semalaman,
beberapa teman bermain-main dengan ombak di pinggir pantai. Meskipun ada
larangan mandi di sepanjang pantai, tapi beberapa teman kami memang ahli
melanggar peraturan. Larangan tersebut sebenarnya untuk keamanan para
pengunjung, karena memang ombak pantai selatan sangat besar, sementara di
pantai Goa Cina ini belum ada tim SAR yang mengawasi semua aktivitas para
pengunjung di pantai. Jadi, peringatan larangan mandi di pantai hanya ditempel
di pohon pohon dekat pantai.
Pantai Goa Cina, Tampak Dari Bukit Sebelah Timur |
Pantai
Goa Cina, dengan keindahannya, berhasil menyihir kami, mabuk dalam menikmati
karya tuhan yang Maha Indah. Dan kami hanya bisa berkata, “adakah yang lebih
indah dari alam yang masih terjaga keperawanannya”. Dari kunjungan di pantai
ini, secara tidak sadar banyak puisi yang lahir dari hati kami masing-masing.
Gubuk Derita Kalakeya |
Kalakeya, Tertawa Bahagia |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar