Senin, 09 April 2012

Eksotisme Pantai Goa Cina, Malang


@harrissuhud
Pantai Goa Cina
Ternyata, Malang juga menawarkan keindahan pantai di sepanjang daerah ujung selatan. Banyak pantai yang belum digarap secara serius oleh pemerintah setempat, ada beberapa pantai yang indah tapi belum banyak dikunjungi oleh para wisatawan, salah satunya adalah pantai Goa Cina. Pantai ini terletak di desa Bantengan, kecamatan Sumber Manjing, kabupaten Malang. Bukti bahwa pantai ini belum mendapat perhatian dari pemerintah adalah; jalan menuju ke arah pantai—sepanjang  1 KM dari jalan raya yang sudah beraspal—masih  berupa jalan bebatuan. Jika hujan, maka jalan ini susah untuk dilalui dan sangat licin jika hujan.
Tentang mengapa nama pantai ini adalah Gua Cina, menurut penduduk yang berhasil diwawancarai, menceritakan bahwa dahulu kala ada seorang biksu yang sedang bertapa di dalam goa, yang terletak di bukit pinggir laut. Ketika ada orang masuk ke dalam goa tersebut, ia menemukan sang biksu sudah meninggal dan tinggal tulang belulang, dan meninggalkan tulisan mandarin di langit-langit goa dan sebuah mangkuk. Hingga sekarang, kata penduduk tadi, keponakan sang biksu masih sering berkunjung ke goa tersebut untuk mengirimkan doa.
Masih menurut warga yang juga tinggal di sekitar pantai tersebut mengatakan bahwa goa tersebut juga dijadikan orang-orang yang sedang mencari nomor keberuntungan untuk perjudian togel.
“Datanglah bersama teman anda ke goa itu dengan membawa pelepah pohon pepaya. Suruh teman anda tidur, sedangkan anda tetap terjaga dengan menutup mata. Jika mendengar suara apapun jangan sampai membuka mata. Tapi dekatkanlah pelapah pohon pepaya yang anda bawa tadi di dekat tubuh teman anda, dengarkan apa yang dikatakan, dan itu adalah nomor togel yang akan keluar”. Begitulah kata warga yang tinggal di sekitar pantai yang berprofesi sebagai tambal ban.
Terlepas dari mitos yang berkembang di tengah masyarakat sekitar pantai Goa Cina, pantai tersebut yang pasti menawarkan keindahan tersendiri dari pada pantai lainnya yang ada di Malang. Selain kebersihan pantai yang masih terjaga, di pantai tersebut juga menyediakan camp ground untuk yang suka camping.
Hari Jumat, 6 April 2012, Kami berjumlah 14 orang, yang tergabung dalam keluarga besar pecinta alam, Kalakeya, berangkat dari Malang mengendarai sepeda motor menuju pantai Goa Cina. Perjalanan menuju pantai tersebut menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Hujan menemani sepanjang perjalanan.
Sebelum memasuki kawasan pantai, kami harus berjuang melewati jalan terjal bebatuan sepanjang kira-kira 1 KM. Karena hujan, jalan tersebut menjadi cukup sulit untuk di lintasi karena sangat licin. Terpaksa teman kami yang dibonceng harus turun  agar sepeda motor yang kami kendarai tetap bisa melaju. Sebab, disamping jalan yang licin, juga jalanan yang naik-turun, layaknya jalan di daerah perbukitan.
Memasuki kawasan pantai, gemuruh ombak menyambut kedatangan kami. Dari jauh suara ombak itu sudah bisa kami dengarkan dengan jelas. Hari itu memang ombak sangat besar karena malam itu adalah malam bulan purnama.
Setelah mengurusi semua perizinan dengan petugas penjaga pantai, kami segera memilih tempat untuk mendirikan tenda di tempat yang aman. Jangan sampai ketika nanti tenda sudah berdiri, tersapu oleh ombak yang semakin malam semakin melumat seluruh pantai. Setelah usai mendirikan tenda, kami  segera memasukkan segala barang bawaan ke dalam tenda. Sebab, hujan masih saja turun walaupun tidak lebat.
Rencana kami untuk bisa menikmati senja di pantai pada hari itu terpaksa gagal, karena mendung terus menggelantung di langit. Akhirnya, keindahan senja baru bisa kami nikmati di sore hari berikutnya.

Senja di Pantai Goa Cina

Hujan reda ketika sudah memasuki malam. Berlahan-lahan mendung menghilang, dan langit berubah menjadi biru. Satu per satu bintang muncul di langit, bulan bulat sempurna menyeruak dari balik bukit yang berada di sebelah timur tempat kami mendirikan tenda.
Pemandangan saat itu sungguh indah mempesona. Kami dapat merasakan keharmonian alam; cahaya bulan jatuh di atas ombak yang bergulung-gulung di tengah laut yang sedang berkejaran, saling berebut lebih dulu mengencup pantai. Dan bintang-bintang berkelip di atas, tepat di atas kepala kami. Seakan-akan bintang itu dapat kami rengkuh hanya dengan tangan telanjang.
Saat momentum seperti itu, kami sangat menghayati kompisisi keindahan alam yang sangat sempurna. Kami semua, duduk berjajar di pinggir pantai sembari menikmati kopi, camilan, rokok, dan kehangatan sebuah kebersamaan.
Setelah puas menikmati keindahan alam pantai Goa Cina di malam itu, beberapa teman kembali ke tenda untuk istirahat, tapi ada juga sebagian teman yang tetap di pinggir pantai berburu kepiting. Sesaat setelah ombak menyentuh pantai, banyak kepiting yang terdampar di pinggir pantai. Entah, kepiting itu beracun atau tidak, tapi kenyataannya ada sebagian teman yang tubuhnya gatal-gatal setelah makan kepiting tersebut.
Sebuah kebahagiaan dilanjutkan keesokan harinya. Setelah cukup istirahat semalaman, beberapa teman bermain-main dengan ombak di pinggir pantai. Meskipun ada larangan mandi di sepanjang pantai, tapi beberapa teman kami memang ahli melanggar peraturan. Larangan tersebut sebenarnya untuk keamanan para pengunjung, karena memang ombak pantai selatan sangat besar, sementara di pantai Goa Cina ini belum ada tim SAR yang mengawasi semua aktivitas para pengunjung di pantai. Jadi, peringatan larangan mandi di pantai hanya ditempel di pohon pohon dekat pantai.
Di hari kedua, saat matahari sudah condong di barat, kami harus segera bersiap-siap untuk pulang; mengemasi seluruh barang dan membersihkan sampah yang kami hasilkan selama berada di pantai. Sebelum pulang, kami sempatkan untuk berkunjung di goa yang berada di sebelah barat dari tempat kami mendirikan tenda. Dari goa itu, kami dapat menikmati keindahan pantai dari sisi lain, yaitu dari bibir goa yang berada agak tinggi di atas bukit, yang tentunya memberikan keindahan yang berbeda. 

Pantai Goa Cina, Tampak Dari Bukit Sebelah Timur
Pantai Goa Cina, dengan keindahannya, berhasil menyihir kami, mabuk dalam menikmati karya tuhan yang Maha Indah. Dan kami hanya bisa berkata, “adakah yang lebih indah dari alam yang masih terjaga keperawanannya”. Dari kunjungan di pantai ini, secara tidak sadar banyak puisi yang lahir dari hati kami masing-masing.

Gubuk Derita Kalakeya
Kalakeya, Tertawa Bahagia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar