Kamis, 29 Maret 2012

Harmoni Alam Danau Ranu Regulo

Gambar: Danau Ranu Regulo

Mendung hitam tebal menggelantung di langit, gerimis turun, memberikan isyarat lebih baik berdiam diri di rumah. Tapi itu semua tidak membatalkan perjalanan para Kalakeya menuju danau Ranu Regulo, di daerah desa Ranu Pane, kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang. Rombongan Kalakeya berjumlah 16 orang berangkat dari Malang dengan mengendarai sepeda motor. Berangkat dari Malang pada pukul 15.00 WIB. Perjalanan ini diperkirakan memakan waktu 2 jam, berarti sampai di sana pukul 17.00 WIB.
            Perjalanan menuju arah timur kota Malang melewati jalur Tumpang. Ketika sudah sampai di daerah perbukitan, kabut tebal menyelimuti sepanjang jalan. Tidak ada yang bisa kami lihat di kanan kiri selain pohon yang berada dekat sebagai pembatas jalan. Jarak pandang ke depan hanya beberapa meter. Keadaan ini cukup berbahaya; jalan yang sempit di atas perbukitan, jalan bebatuan yang kasar, juga ramai kendaraan sehingga kami harus berhati-hati. Di tambah lagi dengan  hawa dingin yang menusuk menembus hingga tulang membuat terasa beku.

            Menyusuri jalan yang tidak mulus ini membuat rombongan cukup kelelahan sebelum sampai tujuan, sehingga kami memutuskan untuk berhenti beberapa saat untuk istirahat, juga menunggu teman yang ketinggalan di belakang. Kami berhenti di desa Ngadas, ujung timur daerah Malang, perbatasan dengan daerah Lumajang. Desa itu berselimut kabut putih, jika kami boleh mengkhayal; kami seperti berada di atas awan. Dan di desa Ngadas itulah beberapa suku Tengger bertempat tinggal.
 Gambar: Penduduk Desa Ngadas Pulang Dari Sawah
            Ketika sudah sampai di desa Ranu Pane ternyata sudah petang. Kami langsung memarkir di tempat yang telah disediakan, kemudian berjalan kaki menuju camp ground di sekitar danau Ranu Regulo. Kami berjalan kaki menapaki jalan setapak diiringi oleh gerimis hujan dan pekat malam, juga dingin tentunya. Ternyata di sana  sudah ada pencinta alam Kompas dari Universitas Brawijaya yang sudah dulu mendirikan tenda di sana, dan kami harus mencari tempat lain. Kami terus menyusuri jalan setapak, yang kemudian kami dihadang oleh air yang menggenang di tengah-tengah perjalanan malam itu. Keadaan itu sempat meragukan untuk melanjutkan perjalanan kami untuk mencari tempat mendirikan tenda. Sempat berpikir untuk mendirikan tenda di dekat dengan anak-anak Kompas, tapi setelah diperiksa ternyata genangan air itu tidak dalam.
            Setelah menemukan lahan yang cukup luas, kami langsung mendirikan tenda di tempat itu.  Yang mengejutkan ternyata di tempat kami akan mendirikan tenda, ada satu tenda dengan cahaya remang-remang dari dalam. Nampak dari luar, siluet sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Kedatangan kami pasti akan mengganggu keromantisan mereka, tapi tidak ada pilihan yang lebih baik selain mendirikan tenda di sebelah tenda “romantis” tadi.
            Sepanjang malam tidak ada keindahan alam yang kami rasakan, karena angin dan hujan datang sepanjang malam. Tentu saja keadaan ini memaksa kami untuk tinggal di dalam tenda masing-masing dari pada berada di luar berhawa sangat dingin. Menyalakan api unggun sangat tidak mungkin karena bahan bakar semuanya basah oleh air hujan.
            `Keindahan alam baru kami rasakan keesokan harinya. Saat pagi datang, langit biru terhampar di langit. Sebagain dari kami baru menyadari dimana kami berada, sebab saat kami pertama datang, keadaan sudah sangat pekat; kami tidak bisa melihat apa saja yang ada di sekitar, kecuali hamparan air tenang danau Ranu Regulo dalam gelap, di samping kami mendirikan tenda.
Saat keadaan sudah terang oleh cahaya mentari, danau Ranu Regulo ternyata berada di tengah lingkaran bukit. Kami semakin takjub dengan kedatangan cahaya matahari dari balik bukit yang menjanjikan keindahan dan kehangatan setelah kedinginan sepanjang malam. Beberapa saat kemudian, mata kami dimanjakan dengan kedatangan pelangi yang berangkat dari tengah danau menuju ke atas langit. Keindahan yang luar biasa yang tidak pernah kami bayangkan.
Gambar: Tenda  Kalakeya di Pinggir Danau
Dari atas bukit yang berada di sekitar tenda kami berdiri, kami dapat menikmati keindahan alam yang sangat luar biasa. Bunga-bunga liar warna ungu bergoyang-goyang diterpa angin sepoi berdiri liar di hamparan kaki bukit. Air danau Ranu Regulo terlihat tenang dengan ombak-ombak kecil, tertimpa cahaya matahari sehingga menciptakan kilau cahaya kecil berkelip-kelip seperti bintang-bintang di atas danau. Di sebelah ujung sana, di balik bukit yang berseberangan dengan bukit kami berdiri menikmati pemandangan, tampak gunung Semeru yang berdiri kokoh berhias awan putih. Paduan alam ini memberikan komposisi pemandangan alam yang sangat luar biasa indahnya. Satu hal lagi yang tidak pernah kami bayangkan, ternyata di balik bukit, dari puncaknya, kami dapat menikmati hamparan awan. Kami menyebutnya itu adalah “negeri atas angin”. Sebab, di sana tidak ada apa-apa kecuali hamparan awan putih di atas langit.
Hari saat kami melalakukan perjalanan ini bertepatan dengan hari air sedunia. Untuk ikut merayakan hari itu, kami melepaskan 18 ekor ikan ke dalam danau Ranu Regulo. Pelepasan ikan tersebut adalah bentuk harapan kami semoga keharmonisan alam tetap terjaga kelestariaannya dan juga simbol kepedulian kami pada alam, tempat manusia manusia hidup di dunia.
 Saat hari sudah siang, kami membereskan tempat bersiap untuk pulang. Sebelum pulang kami sempatkan untuk menyedu minuman hangat bersama-sama di pinggir danau. Tentu saja, rasanya sangat berbeda ketika menyedu sendiri di rumah.  Nikmat sekali, berbeda sekali. Tidak lupa juga melakukan kegiatan yang berbau narsis; foto bersama.
Kelelahan adalah sebuah harga yang harus kami bayar. Keindahan yang dipersembahkan alam yang kami rasakan berbanding lurus dengan kepayahan yang kami rasakan. Akhirnya, kami berharmoni dengan alam di Ranu Regulo dengan selamat dan kembali pulang dengan kebahagiaan yang melekat di hati kami masing-masing.
 Gambar: "Negeri Atas Angin
Gambar: Pelangi Di Danau Ranu Regulo
Gambar: Danau Ranu Regulo dan Semeru
Gambar: Bunga Liar di Kaki Bukit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar